Laman

Rabu, 12 Juni 2013

Revenge (Part 1)

this is not a story about forgiveness..

            Saat aku berusia 12 tahun, Ibuku meninggal. Sebelum ibu meninggal, ibu meninggalkan peta jalan untuk membalas dendam yang menuntunku pada orang yang menghancurkan hidup kami..

Malang, 2002 

            Dengan hanya tersisakan sedikit tenaga yang ia miliki, Ify wanita paruh baya itu berusaha mengatakan kepada Cindai, putri satu-satunya tentang siapa ayah kandungnya. Ia menunggu saat yang tepat dan menurutnya sekaranglah saat itu. Ia memeluk Cindai sambil berbisik lirih. “Ayahmu masih hidup.”

            Cindai tersontak. “Maksud Ibu apa?,” tanya Cindai sambil menatap Ify dalam. “bukannya ayah sudah meninggal?”

            “Ayahmu masih hidup, Ndai, dan ibu bohong sama kamu,” jawab Ify yang juga menatap Cindai.  

            Ify dan Cindai sedang berada di kamar Ify. Mereka membicarakan ini pada malam hari ketika Cindai baru saja selesai mengerjakan tugas sekolahnya. Keduanya berada pada sisi tempat tidur Ify.

            “Hah? Kenapa ibu bohong sama aku?” Cindai menarik kedua tangan Ify meminta penjelasan. “Tolong ceritain semuanya sama aku sekarang!”

            Ify menghela nafas berat. “Ayahmu bernama Mario Aditya, dia memiliki perusahaan bernama Mario Crop di Jakarta. Dia meninggalkan kita ketika kamu baru berusia 1 tahun. Ayahmu selingkuh dengan Shilla, teman SMAnya dulu atau bisa dikatakan cinta pertama ayahmu. Ibu memergoki mereka tegah berduaan dan mereka…” Ify menundukan kepalanya seraya menangis. Ia tidak pernah kuat apabila mengingat kejadian pahit 11 tahun lalu.

            Cindai meneteskan air matanya melihat kondisi ibunya. Ia mengangkat wajah Ify lalu memeluknya erat. “Ga usah diterusin aku udah tau maksud ibu apa.” Cindai memejamkan kedua matanya ketika mengakatan itu.

            Ify menangis dipelukan Cindai. “Maafkan ibu baru menceritakan padamu sekarang, Ndai. Ibu tidak pernah sanggup mengingat kejadian itu. Kejadian yang membuat kita serba kekurangan seperti sekarang ini.”     

            “Lalu sekarang ayah ada di Jakarta bersama selingkuhannya?” Ify melepaskan pelukan Cindai.

            “Iya sayang, ayahmu di Jakarta bersama Shilla. Ayahmu memilih Shilla ketika aku memergoki mereka. Ayahmu lebih memilih Shilla yang dia katakan lebih cantik dari aku. Shilla juga menyarankan ayahmu untuk pindah di Jakarta dan memindahkan perusahaan Mario Crop ke Jakarta yang akan bekerja sama dengan perusahan milik ayah Shilla.” Ify berusaha menguatkan dirinya kali ini. “Ayahmu menceraikan aku saat itu juga. Dua hari setelah itu, ayahmu pergi ke Jakarta bersama Shilla. Dia tidak pernah datang ke rumah untuk mengunjungimu. Bahkan dia tidak membawa satu pun pakaiannya, dia hanya mengurus perpindahan perusahan lalu pergi.”

            Cindai menggeleng tidak percaya. Ia benar-benar diliputi amarah mendengar cerita lengkap tentang ayahnya dan pelacur yang sudah merusak rumah tangga ibu dan ayahnya. “Cindai benci ayah dan pelacur itu,” bentak Cindai lebih pada dirinya sendiri.

            Ify meluk Cindai erat. “Jangan, Ndai. Ibu ceritakan hal ini pada kamu hanya agar kamu mengetahui semuanya sebelum terlambat. Ibu tidak berharap kamu jadi membenci ayahmu atau Shilla setelah ibu ceriakan semuanya. Cobalah untuk memaafkan semuanya.”

            Cindai heran. Ia melepaskan pelukan Ify. “Kenapa ibu bisa memafkan mereka yang jelas-jelas ibu bilang sebagai penyebab kita serba kekurangan? Kenapa bu?”

            “Karena itu sudah terjadi. Awalnya ibu memang sangat membenci mereka, tapi setelah melihat kamu tumbuh rasa benci ibu hilang karena yang ibu perdulikan hanya kamu.” Ify kembali meneteskan air mata. “Jangan membenci ayahmu apalagi memiliki dendam padanya. Dia tetap ayahmu, ayah kandungmu.”

            “Dia bukan ayahku. Ayahku sudah mati.” Ucapan terakhir Cindai sebelum akhirnya meninggalkan Ify.

            Ify hanya bisa menatap lirih kepergian putrinya dan berharap Cindai tidak pernah menyimpan dendam setelah ini.

                                                                    ***************
         Pada pagi harinya. Cindai masih memikirkan semua perkataan ibunya malam tadi. Ia sangat ingin bertemu ayahnya dan pelacur sialan itu untuk melemparkan lumpur pada muka keduanya. Ia menoleh ke belakang melihat jam dindingnya.

            “Astaga udah jam setengah 7. Aku belum siap-siap ke sekolah. Bego bego,” gerutunya pada diri sendiri.

            Cindai lalu bergegas mandi. Jarak kamar mandi yang bersebelahan dengan kamar ibunya membuat Cindai selalu melirik ibunya terlebih dahulu.

            “Tidur? Ko ibu tumben masih tidur?” Cindai yang heran lalu memasuki kamar ibunya. “Ibu ko belu…” kaliamatnya terhenti.

            Dilihatnya wajah ibunya yang sangat pucat tengah terbaring disana. Dengan perasaan takut ia memegang kening dan leher ibunya. Dingin. Lalu setelah itu dengan air mata yang mulai menetes ia menaruh jarinya pada hidung ibunya. Air mata yang lebih deras langsung membanjirinya hari itu.


                                                                    ***************
Jakarta, 2012        
     
            Rio tegah fokus pada data-data keuangan perusahaan ketika handphonenya berbunyi. Rio yang sebelumnya ingin mengabaikannya langsung berubah pikiran ketika melihat siapa yang menghubungi.

            My Angel. Buru-buru ia mengkesampingkan perkerjaannya.

“Halo, kenapa sayang?”
“Aku mau ke kantor papah ya hari ini. Mau ngenalin aku sama temen baru aku yang waktu itu nolongin aku pas hampir ditabrak orang.”
“Yang dari mana itu? Bogor yah?”
“Bandung papahhhhhh..”
“Oh iya, papah lupa. Yaudah kapan kamu mau kesini emang?
“Aku udah didepan ruangan papah hehehehehe”
“Dasar. Yaudah masuk”
“Oke.” Lalu sambungan terputus.

            “Papahhhhhhhh.” Chelsea memasuki ruangan lalu menghampiri untuk mencium pundak tangan Rio.

            Rio tersenyum sambil mengusap puncak kepala Chelsea. “Mana teman kamu yang mau kamu kenalin sama papah?”

            “Permisi.” Rio dan Chelsea menoleh ke arah pintu melihat Cindai tegah berdiri sambil tersenyum disana. Chelsea lalu berjalan menghampiri Cindai. Chelsea menarik tangan Cindai untuk diperkenalkan pada Rio.

            “Ini dia, namanya Gloria Lagio,” kata Chelsea ketika keduanya sudah berada didepan Rio.

            Cindai tersenyum. Senyuman itu berhasil membuat Rio tertegun. Entah mengapa ada sesuatu dalam diri yang diperkenalkan pada dirinya bernama “Gloria Lagio” itu.

            “Apa kita pernah bertemu sebelumnya, Gloria?,” tanya Rio.

            “Maaf om saya rasa belum,” jawab Cindai sambil tersenyum. Belum, yah. Kita belum pernah ketemu karena ayah langsung pergi sebelum aku mengenal dunia. 

            Rio mengangguk.”Saya kira sudah. Oh ya terimakasih atas bantuanmu untuk Chelsea.” Merangkul Chelsea lalu meniupkan satu ciuman pada keningnya. “Saya bersyukur kamu menolongnya waktu itu.”

            Chelsea berusaha melepaskan rangkulan Rio yang gagal karena ditahan oleh Rio. “Papah lepas ih.. Aku udah 21 tahun tauuu.” Yang hanya mendapat respon tertawa dari Rio.

            Melihat kejadian itu membuat hati Cindai sedikit sedih. “Inget. Satu-satunya alasan lo kesini buat ngancurin keluarga ini Cindai. Harus inget sama tujuan lo!” Dengan mengingat alasan tadi, Cindai berhasil membuat amarah mengalahkan segalanya. Cindai pun ikut tertawa melihat kejadian itu.

            Chelsea berhasil melepas rangkulan Rio. “Udah ya, aku sama Gloria pamit dulu. Mau ngenalin dia sama Bagas,” pamit Chelsea sambil kembali mencium pundak tangan Rio.

            “Yaudah hati-hati jangan terlalu malam pulangnya. Bilang sama Bagas,” pesan Rio sambil kembali mengusap puncak kepala Chelsea.

            “Elah yah, udah 21 tauuu.” Chelsea lalu menghampiri Cindai. “Masih aja kaya remaja baru masuk SMA..”

            Keduanya lalu meninggalkan ruangan Rio namun sebelum benar-benar keluar Cindai membalikan badannya. Ia tersenyum. “Aku permisi om,” pamit Cindai.

            Rio menatap putrinya dan Cindai. “Gloria.. Wajahnya sama sekali tidak asing buat saya.” Bayangan Ify tiba-tiba muncul dibenaknya. “Ify kenapa wajah Ify? Apa dia itu…” Rio menggeleng. “Sama sekali tidak mungkin. Ify dari Manado dan nama putriku itu Cindai Aditya bukan Gloria Lagio. “ Rio lalu mencoba menfokuskan kembali pada perkerjaan yang sempat ia tunda.


Bersambung..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar