Laman

Rabu, 12 Juni 2013

Revenge (Part 1)

this is not a story about forgiveness..

            Saat aku berusia 12 tahun, Ibuku meninggal. Sebelum ibu meninggal, ibu meninggalkan peta jalan untuk membalas dendam yang menuntunku pada orang yang menghancurkan hidup kami..

Malang, 2002 

            Dengan hanya tersisakan sedikit tenaga yang ia miliki, Ify wanita paruh baya itu berusaha mengatakan kepada Cindai, putri satu-satunya tentang siapa ayah kandungnya. Ia menunggu saat yang tepat dan menurutnya sekaranglah saat itu. Ia memeluk Cindai sambil berbisik lirih. “Ayahmu masih hidup.”

            Cindai tersontak. “Maksud Ibu apa?,” tanya Cindai sambil menatap Ify dalam. “bukannya ayah sudah meninggal?”

            “Ayahmu masih hidup, Ndai, dan ibu bohong sama kamu,” jawab Ify yang juga menatap Cindai.  

            Ify dan Cindai sedang berada di kamar Ify. Mereka membicarakan ini pada malam hari ketika Cindai baru saja selesai mengerjakan tugas sekolahnya. Keduanya berada pada sisi tempat tidur Ify.

            “Hah? Kenapa ibu bohong sama aku?” Cindai menarik kedua tangan Ify meminta penjelasan. “Tolong ceritain semuanya sama aku sekarang!”

            Ify menghela nafas berat. “Ayahmu bernama Mario Aditya, dia memiliki perusahaan bernama Mario Crop di Jakarta. Dia meninggalkan kita ketika kamu baru berusia 1 tahun. Ayahmu selingkuh dengan Shilla, teman SMAnya dulu atau bisa dikatakan cinta pertama ayahmu. Ibu memergoki mereka tegah berduaan dan mereka…” Ify menundukan kepalanya seraya menangis. Ia tidak pernah kuat apabila mengingat kejadian pahit 11 tahun lalu.

            Cindai meneteskan air matanya melihat kondisi ibunya. Ia mengangkat wajah Ify lalu memeluknya erat. “Ga usah diterusin aku udah tau maksud ibu apa.” Cindai memejamkan kedua matanya ketika mengakatan itu.

            Ify menangis dipelukan Cindai. “Maafkan ibu baru menceritakan padamu sekarang, Ndai. Ibu tidak pernah sanggup mengingat kejadian itu. Kejadian yang membuat kita serba kekurangan seperti sekarang ini.”     

            “Lalu sekarang ayah ada di Jakarta bersama selingkuhannya?” Ify melepaskan pelukan Cindai.

            “Iya sayang, ayahmu di Jakarta bersama Shilla. Ayahmu memilih Shilla ketika aku memergoki mereka. Ayahmu lebih memilih Shilla yang dia katakan lebih cantik dari aku. Shilla juga menyarankan ayahmu untuk pindah di Jakarta dan memindahkan perusahaan Mario Crop ke Jakarta yang akan bekerja sama dengan perusahan milik ayah Shilla.” Ify berusaha menguatkan dirinya kali ini. “Ayahmu menceraikan aku saat itu juga. Dua hari setelah itu, ayahmu pergi ke Jakarta bersama Shilla. Dia tidak pernah datang ke rumah untuk mengunjungimu. Bahkan dia tidak membawa satu pun pakaiannya, dia hanya mengurus perpindahan perusahan lalu pergi.”

            Cindai menggeleng tidak percaya. Ia benar-benar diliputi amarah mendengar cerita lengkap tentang ayahnya dan pelacur yang sudah merusak rumah tangga ibu dan ayahnya. “Cindai benci ayah dan pelacur itu,” bentak Cindai lebih pada dirinya sendiri.

            Ify meluk Cindai erat. “Jangan, Ndai. Ibu ceritakan hal ini pada kamu hanya agar kamu mengetahui semuanya sebelum terlambat. Ibu tidak berharap kamu jadi membenci ayahmu atau Shilla setelah ibu ceriakan semuanya. Cobalah untuk memaafkan semuanya.”

            Cindai heran. Ia melepaskan pelukan Ify. “Kenapa ibu bisa memafkan mereka yang jelas-jelas ibu bilang sebagai penyebab kita serba kekurangan? Kenapa bu?”

            “Karena itu sudah terjadi. Awalnya ibu memang sangat membenci mereka, tapi setelah melihat kamu tumbuh rasa benci ibu hilang karena yang ibu perdulikan hanya kamu.” Ify kembali meneteskan air mata. “Jangan membenci ayahmu apalagi memiliki dendam padanya. Dia tetap ayahmu, ayah kandungmu.”

            “Dia bukan ayahku. Ayahku sudah mati.” Ucapan terakhir Cindai sebelum akhirnya meninggalkan Ify.

            Ify hanya bisa menatap lirih kepergian putrinya dan berharap Cindai tidak pernah menyimpan dendam setelah ini.

                                                                    ***************
         Pada pagi harinya. Cindai masih memikirkan semua perkataan ibunya malam tadi. Ia sangat ingin bertemu ayahnya dan pelacur sialan itu untuk melemparkan lumpur pada muka keduanya. Ia menoleh ke belakang melihat jam dindingnya.

            “Astaga udah jam setengah 7. Aku belum siap-siap ke sekolah. Bego bego,” gerutunya pada diri sendiri.

            Cindai lalu bergegas mandi. Jarak kamar mandi yang bersebelahan dengan kamar ibunya membuat Cindai selalu melirik ibunya terlebih dahulu.

            “Tidur? Ko ibu tumben masih tidur?” Cindai yang heran lalu memasuki kamar ibunya. “Ibu ko belu…” kaliamatnya terhenti.

            Dilihatnya wajah ibunya yang sangat pucat tengah terbaring disana. Dengan perasaan takut ia memegang kening dan leher ibunya. Dingin. Lalu setelah itu dengan air mata yang mulai menetes ia menaruh jarinya pada hidung ibunya. Air mata yang lebih deras langsung membanjirinya hari itu.


                                                                    ***************
Jakarta, 2012        
     
            Rio tegah fokus pada data-data keuangan perusahaan ketika handphonenya berbunyi. Rio yang sebelumnya ingin mengabaikannya langsung berubah pikiran ketika melihat siapa yang menghubungi.

            My Angel. Buru-buru ia mengkesampingkan perkerjaannya.

“Halo, kenapa sayang?”
“Aku mau ke kantor papah ya hari ini. Mau ngenalin aku sama temen baru aku yang waktu itu nolongin aku pas hampir ditabrak orang.”
“Yang dari mana itu? Bogor yah?”
“Bandung papahhhhhh..”
“Oh iya, papah lupa. Yaudah kapan kamu mau kesini emang?
“Aku udah didepan ruangan papah hehehehehe”
“Dasar. Yaudah masuk”
“Oke.” Lalu sambungan terputus.

            “Papahhhhhhhh.” Chelsea memasuki ruangan lalu menghampiri untuk mencium pundak tangan Rio.

            Rio tersenyum sambil mengusap puncak kepala Chelsea. “Mana teman kamu yang mau kamu kenalin sama papah?”

            “Permisi.” Rio dan Chelsea menoleh ke arah pintu melihat Cindai tegah berdiri sambil tersenyum disana. Chelsea lalu berjalan menghampiri Cindai. Chelsea menarik tangan Cindai untuk diperkenalkan pada Rio.

            “Ini dia, namanya Gloria Lagio,” kata Chelsea ketika keduanya sudah berada didepan Rio.

            Cindai tersenyum. Senyuman itu berhasil membuat Rio tertegun. Entah mengapa ada sesuatu dalam diri yang diperkenalkan pada dirinya bernama “Gloria Lagio” itu.

            “Apa kita pernah bertemu sebelumnya, Gloria?,” tanya Rio.

            “Maaf om saya rasa belum,” jawab Cindai sambil tersenyum. Belum, yah. Kita belum pernah ketemu karena ayah langsung pergi sebelum aku mengenal dunia. 

            Rio mengangguk.”Saya kira sudah. Oh ya terimakasih atas bantuanmu untuk Chelsea.” Merangkul Chelsea lalu meniupkan satu ciuman pada keningnya. “Saya bersyukur kamu menolongnya waktu itu.”

            Chelsea berusaha melepaskan rangkulan Rio yang gagal karena ditahan oleh Rio. “Papah lepas ih.. Aku udah 21 tahun tauuu.” Yang hanya mendapat respon tertawa dari Rio.

            Melihat kejadian itu membuat hati Cindai sedikit sedih. “Inget. Satu-satunya alasan lo kesini buat ngancurin keluarga ini Cindai. Harus inget sama tujuan lo!” Dengan mengingat alasan tadi, Cindai berhasil membuat amarah mengalahkan segalanya. Cindai pun ikut tertawa melihat kejadian itu.

            Chelsea berhasil melepas rangkulan Rio. “Udah ya, aku sama Gloria pamit dulu. Mau ngenalin dia sama Bagas,” pamit Chelsea sambil kembali mencium pundak tangan Rio.

            “Yaudah hati-hati jangan terlalu malam pulangnya. Bilang sama Bagas,” pesan Rio sambil kembali mengusap puncak kepala Chelsea.

            “Elah yah, udah 21 tauuu.” Chelsea lalu menghampiri Cindai. “Masih aja kaya remaja baru masuk SMA..”

            Keduanya lalu meninggalkan ruangan Rio namun sebelum benar-benar keluar Cindai membalikan badannya. Ia tersenyum. “Aku permisi om,” pamit Cindai.

            Rio menatap putrinya dan Cindai. “Gloria.. Wajahnya sama sekali tidak asing buat saya.” Bayangan Ify tiba-tiba muncul dibenaknya. “Ify kenapa wajah Ify? Apa dia itu…” Rio menggeleng. “Sama sekali tidak mungkin. Ify dari Manado dan nama putriku itu Cindai Aditya bukan Gloria Lagio. “ Rio lalu mencoba menfokuskan kembali pada perkerjaan yang sempat ia tunda.


Bersambung..

Jumat, 26 April 2013

Pada Satu Cinta ^Part 1^ (Cindai-Bagas-Chelsea)



 

Tidak ada yang secantik bidadari selain dirinya………


Part 1

            "Cindai Gloria, Aku cinta sama kamu. Kamu mau kan jadi pacar aku?" teriak Bagas tepat di tegah lapangan SMP Baverly Glen. 
              
            Ucapan Bagas barusan membuat hampir seluruh penghuni SMP Baverly Glen memperhatikannya. Termasuk Cindai yang langsung malu karena kejadian ini.  Gadis manis itu tegah berada di lantai atas, tegah berbincang hangat dengan Kedua sahabatnya -Angel dan Dinda- . Namun tentu saja, perbincangan itu harus berhenti karena ulah Bagas.

            "Dai, mending lo samperin deh.." saran Angel sahabat yang berdiri tepat di sampingnya. Cindai nampak ragu dengan saran sahabatnya itu. Ia menatap Bagas yang kini menatapnya dengan penuh harap. Berharap Cindai menerima perasaannya. 

            Tanpa diketahui oleh Bagas gadis manis itu juga memiliki perasaan yang sama untuk dirinya. Cindai juga merasa senang karena ternyata perasaan yang ia miliki untuk Bagas tidak bertepuk sebelah tangan, dan hal itu tentu saja membuat Cindai sangat ingin menerima Bagas sebagai kekasihnya. Namun, perbuatan Bagas yang sudah membuatnya malu, membuat gadis manis itu ragu untuk mengatakannya. 

            "Gas, lo gila ya. Apa banget deh lo. Nora tau ga.." teriak Cindai ketus dari lantai atas. Hanya itu yang bisa Cindai katakan. Ia benar-benar tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. 

            Bukannya malu atau kesal karena mendapat respon ketus dari Cindai, Bagas tersenyum sambil menanggapi,”Aku gila karena Kamu.."  

            Ucapan Bagas  barusan tentu saja membuat para penghuni SMP Baverly Glen yang memperhatikan kejadian itu berkor hebat membuat Cindai semakin malu. "Ish apa banget deh si, Bagas.." gerutu Cindai yang hanya terdengar oleh kedua sahabatnya. 

            Angel melirik Cindai heran, "Bukannya lo juga suka ya sama si Bagas?" tanpa menunggu jawaban dari Cindai, Angel melanjutkan, “lo kan pernah cerita ke kita berdua.”

            Ucapan Angel benar. Sangat benar. Hanya saja masih ada sesuatu yang mengganjal hati dan lidahnya untuk mengatakan yang sebenarnya."Iya cuma gue ma.." ucapan Cindai terpotong karena lagi-lagi Bagas berteriak padanya. 

            "Plis, jawab Aku, Dai." pinta Bagas lagi dengan penuh harap. 

            Lama Cindai terdiam.  Ia terus mengumpulkan seluruh tenaganya dan menghilangkan rasa malunya. Ia melirik kedua sahabatnya untuk meminta saran. “Gue harus jawab apa?” yang hanya dijawab anggukan oleh kedua sahabatnya. Setelah lama ia terdiam akhirnya kata itu berhasil keluar dari mulutnya."Iya gue mau jadi pacar lo.”

            Semua bersorak senang mendengar jawaban Cindai apalagi Bagas yang langsung berlari dengan perasaan senang menghampiri Cindai yang berada di lantai atas. Sekitar beberapa detik Bagas pakai untuk berlari dan menaiki tangga untuk menghampiri Cindai. Ia akhirnya sampai di hadapannya.

            Bagas menggenggam kedua tangan Cindai."Kamu serius kan?" tanya Bagas memastikan.

            Cindai mengangguk berkali-kali. "Kamu masih ragu, Gas?.” Dengan cepat Bagas menggeleng lalu memeluk tubuh Cindai dengan erat. Seakan Ia tidak pernah rela melepaskan gadis yang kini berada di dekapannya. 

"I love you so much." bisik Bagas tepat di sebelah telinga Cindai. 

" I love you too."

**************

Jumat, 30 Maret 2012

Switched at Birth ^Part 2^

Switched at Birth (Tertukar Saat Dilahirkan)



Part 2

‘AWAL DARI SEMUANYA’


Switched at Birth (Tertukar Saat Dilahirkan)

Tidak butuh waktu lama, kini Sivia berserta keluarganya pun memasuki ruangan dokter Angel, saat Sivia berserta keluarganya sudah memasuki ruangan dokter tersebut mereka mendapati seorang wanita paruh baya dan seorang gadis remaja seusia Sivia sudah duduk manis menunggu kedatangan mereka. Wanita paruh baya dan gadis remaja itu adalah Shilla dan Ibu Marinda -Mamah Shilla-.

            “Selamat sore, dok.” sapa Pak Doni pada dokter Angel ramah. 

            Dokter angel pun beranjak dari kursinya lalu menghampiri Sivia dan keluarganya,

            “Selamat sore juga..” ucap dokter Angel ramah. 

            Dokter angel pun berjabat tangan dengan Sivia dan keluarganya secara bergantian. Barulah dokter Angel mengajak Sivia bersama keluarganya untuk lebih dekat kearah Shilla dan Ibu Marinda .

            “Ibu Marinda, ini keluarga dari bapa Doni sudah hadir” ucapan dokter Angel membuat Shilla dan Ibu Marinda  beranjak dari kursi mereka. Shilla dan Ibu Marinda menghampiri Sivia berserta keluarganya.

            “Bapa Doni dan ibu Ratih, perkenalkan ini adalah ibu Marinda dan Shilla yang sebenarnya putri kandung ibu dan bapa” ucap dokter Angel memperkenalkan Shilla dan Ibu Marinda dengan kedua orangtua Sivia -Doni & Ratih-. 

            Sivia dan Shilla saling menatap satu sama lain. 

            “Jadi ini namanya Shilla.” ucap Ibu Ratih lembut. Shilla tersenyum seraya berkata,

            “Iya namaku Shilla.. Senang bertemu dengan kalian”

            “Kami juga sangat senang..”

            “Oh ya, ini Sivia dan Gabriel” lanjut Ibu Ratih memperkenalkan Sivia dan Gabriel sambil menunjuk keduanya satu persatu. 

            Shilla mengulurkan tangannya sambil tersenyum pada Sivia, Sivia pun menyambut uluran tangan Shilla juga dengan senyum yang tertera dibibirnya,

            “SHILLA.”

            “SIVIA.”

            Sama halnya dengan tadi, kini Shilla mengulurkan tangannya sambil tersenyum pada Gabriel, dan Gabriel menyambut uluran tangan Shilla seraya berkata,

            “GABRIEL bisa panggil Iel.”

            “SHILLA.”

            “Kamu sangat cantik, Sivia..” puji Ibu Marinda dengan senyuman tulus dari bibirnya. 

            Sivia tersenyum,

            “Ibu juga cantik” 

            Marinda pun memeluk Sivia. Sivia pun membalas pelukan Ibu Marinda yang ternyata adalah mamah kandungnya.

            "Mulai hari ini panggil ibu dengan sebutan bunda ya." pinta Ibu Marinda tepat disebelah telinga Sivia. 

            Meskipun ucapan itu terdengar seperti berbisik, namun semuanya bisa mendengar apa yang baru saja Marinda ucapkan

            "Iya, bunda.." ucap Sivia. Ibu Marinda yang sebenarnya adalah mamah Sivia itupun melepaskan pelukannya lalu tersenyum menatap putri kandungnya itu.

            "Shilla juga, panggil kami dengan sebutan mamah dan papah, ya." pinta Ibu Ratih yang sebenarnya adalah mamah kandung dari Shilla. 

            Shilla tersenyum seraya menganggukan kepalanya. 

            Tidak lama setelah perkenalan itu, pintu ruangan kembali terbuka dan muncul lah seorang laki-laki yang membuat Sivia dan laki-laki itu terkejut. Laki-laki itu, adalah laki-laki yang tadi bertemu dengan dirinya di kantin rumah sakit.

            “ELO..” ucap keduanya bersamaan sambil saling menunjuk. 

            Hal ini membuat Shilla mengkerutkan keningnya,

            “Kalian udah kenal?” tanya Shilla. 

            Keduanya menggeleng.

            “Tadi aku ga sengaja ketemu sama dia di kantin, Shil..” jawab laki-laki. Shilla mengangguk-angguk mengerti,

            “Oh ya Vi, kenalin ini Alvin.. Dia ini sahabat aku dari kecil.” ucap Shilla memperkenalkan laki-laki itu yang tak lain adalah Alvin. 

            Alvin mengulurkan tangannya pada Sivia, Sivia pun menyambut uluran tangan dari Alvin. 

            "Sivia.."

            "Alvin.." 

            Kedua mata mereka kembali beradu membuat mereka diam dalam posisi tadi. Berjabatan. Shilla yang melihat pemandangan itupun angkat suara, 

            "Kalian kenapa?.." 

            Pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh Shilla sama sekali tidak dihiraukan oleh keduanya. Mereka tetap diam sambil saling menatap satu sama lain. 

            "Kalian kenapa?.." tanya Shilla, lagi. 

            Dan lagi-lagi tidak ada jawaban dari keduanya. Melihat sudah 2 kali Shilla melontarkan pertanyaan tetapi tidak mendapat jawaban dari Alvin ataupun Sivia, membuat Gabriel menyimpulkan bahwa keduanya merasakan perasaan yang sama,

            "Kayanya mereka saling suka deh, Shill.. love at the first sight deh kayanya.." bisik Gabriel tepat disebelah telinga Shilla. 

            Shilla menatap keduanya dengan tatapan sendu. Ucapan Gabriel tadi benar-benar membuat hatinya semakin teriris. 'Apa benar ya? yang dikatakan oleh ka Iel tadi'  batinya.

            "Mereka serasi ya, ka.." Shilla berucap dengan senyum tipis dibibirnya. 

            "Iya serasi bangett.." ucap Gabriel menyetujui. 

            Sivia dan Alvin masih dalam posisi diam, hingga..

            "SIVIA, ALVIN ada apa dengan kalian?.." tanya Ibu Marinda yang heran melihat tingkah aneh Sivia dan Alvin. 

            Sivia dan Alvin yang sudah beberapa menit dalam posisi diam sambil saling menatap itupun akhirnya tersadar. Buru-buru mereka melepaskan jabatan tangan diantara mereka. Mereka terlihat salting, Alvin menggaruk-garukan kepalanya yang sama sekali tidak gatal dan Sivia yang terlihat seperti anak ilang yang sedang panik mencari dimana kedua orangtuanya.

            "Gapapa ko bun.. tan.." jawab Alvin dan Sivia bersamaan. 

            "Hayoo.. kalian ada apa hayooo?.." goda Gabriel dengan tatapan super jailnya. 

            PLETAKKKK!!! satu jitakan mendarat dikepala Gabriel. Satu jitakan sempurna dari Sivia. 

            "Haduhhh... Sakit tau, Vi.. Ga sopan banget ya sama kaka sendiri.." rintih Gabriel sambil memegang kepalanya. 

            Sivia menjulurkan lidahnya, 

            "Bodo.. Siapa suruh sok sok kaya gitu.." 

            Gabriel memanyunkan bibirnya, 

            "Mamah papah, Vianya nakall." adu Gabriel manja. 

            Kedua orangtuanya pun tersenyum geli melihat putra satu-satunya itu bertingkah seperti anak kecil. 

            "Ish jijik banget deh lo, ka.." cibir Sivia. 

            "Mamah papah, Via jahat Via jahat.." rengek Gabriel. 

            Wajahnya kini layaknya anak kecil yang tegah menangis habis bertengkar dengan kawannya.

            "Gabriel, Gabriel usia mu ini sudah 16 tahun dan tahun depan 17 tahun tapi kelakuan ko kaya anak kecil.." cibir mamahnya. Gabriel nyegir. 

            Mereka semua pun menghabiskan hari dengan percakapan untuk mengenal lebih dalam lagi tentang diri masing-masing. 

^_^

            Di hari minggu yang cerah ini,Gabriel dan Sivia memutuskan untuk mengajak Alvin dan Shilla untuk mengenal teman-teman mereka yang lain. Mereka berencana ingin mengajak Shilla dan Alvin ke studio musik milik keluarga Cakka.

            “Siviaaaa buruan udah jam 9 ..” teriak Gabriel dari bawah. 

            Sivia yang saat itu tegah menghias dirinya dengan cepat menyelesaikannya,

            “Iyaaaa tunggu bentar..” sahut Sivia. 

            Dia pun mengambil kasar tas selendangnya lalu bergegas keluar kamar. Sivia menuru ini anak tangga lalu berjalan menghampiri Gabriel yang saat itu tegah menyenderkan badannya di mobil sambil melipat kedua tangannya didada. Saat Sivia sudah berada didekatnya, Gabriel langsung merubah posisinya lalu memasuki mobil. Sama halnya dengan Gabriel, Sivia pun ikut memasuki mobil. Setelah keduanya sudah memasuki mobil, Gabriel lantas menggas mobilnya lalu mengendarainya menuju rumah Shilla.

^_^

Selang beberapa menit, Gabriel dan Sivia sudah berada didepan pintu rumah Shilla. Keduanya lantas mengetuk pintu kamar Shilla. Menyadari ada suara ketukan dari luar rumahnya, Shilla lantas bergegas untuk membukakan pintu rumahnya. Shilla pun mempersilahkan Gabriel dan Sivia masuk dan duduk dibangku yang tersedia diruang tamu.

“Ka Iel sama Via mau minum, apa?” Shilla menawarkan.

“Air putih aja, Shill..” jawab Gabriel singkat. 

Shilla menganggukan kepalanya lalu bergegas menuju dapur. Selang beberapa detik, Shilla kembali dengan satu buah nampan yang diatasnya berdiri 2 buah gelas berisikan air mineral. Shilla menaruh kedua gelas itu dimeja seraya berkata,

“Ka Iel, Via ini minumannya diminum dulu..” Shilla menawarkan. 

Gabriel dan Sivia pun mengambil gelas yang berisikan air mineral itu lalu meneguknya. Setelah selesai, Sivia, Gabriel, dan Shilla memutuskan untuk menemui Alvin dirumahnya. Tidak butuh lama untuk ketiganya sudah berada didalam rumah Alvin. Jarak rumah Alvin dan Shilla yang relatif dekatlah membuat ketiganya tidak perlu membuang waktu banyak untuk menemui Alvin dirumahnya. Ketiganya menunggu Alvin diruang tamu. Sekitar 10 menit akhirnya Alvin sudah siap dan Alvin, Sivia, Gabriel, dan Shilla pun segara bergegas menuju studio musik milik keluarga Cakka.

^_^

            Di studio musik milik keluarga Cakka. Sudah ada Cakka, Rio, Oik, dan Ify yang sudah dari tadi menunggu kehadiran Gabriel, Sivia, Shilla, dan Alvin. Dan setelah sekiranya 7 menit berlalu, Gabriel, Sivia, Shilla, dan Alvin akhirnya tiba.

“Akhirnya datang juga lu pade..” sahut Cakka saat Gabriel, Sivia, Shilla, dan Alvin sudah memasuki ruang studi musik milik keluarga Cakka.

“Sorry ya kita udah bikin kalian nunggu..” sesal Gabriel.

“Nyantai aja kali, yel.. Kita juga ga marah ko..” sahut Rio disertai anggukan dari Cakka, Oik, dan Ify.

Thanks guys. Oh ya, kenalin ini ade baru gue sama sahabatnya. Shilla sama Alvin” Ucap Gabriel memperkenalkan Shilla dan Alvin.

            “Oik”

            “Rio”

            “Cakka”

            “Ify..”

Setelah perkenalan singkat itu, mereka berdelapan diajak untuk bersantai sofa yang berada didalam studio musik tersebut. Di mejanya pun sudah tersedia beberapa snacks dan beberapa minuman dingin yang disediakan untuk menemani acara kumpul-kumpul mereka kali ini.

“Oh ya, Shilla sama Alvin sekolah dimana?” tanya Oik memulai perbincangan diantara mereka.

            “Kita sekolah di SMA North Shore.” jawab Shilla.

“Udah kalian pindah aja ke SMA Baverly Glen tempat kita-kita. Disana seru loh.” Saran Ify disertai anggukan dari yang lain (minus Alvin-Shilla). 

"Iya, kita juga butuh tambahan personil diband kita-kita. Lo gabung aja, vin.." lanjut Rio. 

Alvin tersenyum seraya berkata, 

"Gue ga bisa ngeband kali.." 

Mendengar jawaban yang terkesan palsu dari Alvin, Shilla pun ikut angkat bicara, 

"Bohong bohong , Alvin jago banget maen keyboard. Dia aja sering banget malah menjuarai lomba musik untuk sekolah kami." sangkal Shilla.

“Hush,, berlebihan banget deh, Shill.." protes Alvin. 

"Tuh kan, cocok banget kita butuh banget pemain  keyboard  dalam band kita." sahut Cakka. 

"Masuk aja, Vin. Pasti bandnya jadi makin keren.." ucap Sivia meyakini. 

Alvin tersenyum begitu juga dengan Sivia, 


"Yaudah deh gue mau gabung sama kalian.." ucap Alvin sambil tersenyum menyetujui. 

Semua (minus Alvin) tersenyum dan bernafas lega atas keputusan Alvin yang akhirnya mau bergabung dengan band mereka.     

"Nah berarti hari ini kita jadiin hari perayaan untuk perkenalan kita sama Alvin dan Shilla berserta gabungnya Alvin diband kita.." ucap Cakka seraya berdiri sambil mengangkat gelas yang ia taruh ditangan kanannya. 

Yang lain pun mengikuti Cakka. Lalu kedelapan sekawan itu meyatukan gelas mereka seraya berkata, 

"SUKSES UNTUK PERSAHABATAN KITA.." ucap kedelapan sekawan itu secara bersamaan. 

Setelah itu, kedelapan sekawan itu kembali duduk dan menaruh kembali gelas itu dimeja, lalu melanjutkan dengan berbagai percakapan seru mengenai diri masing-masing dan yang paling banyak dibicarakan tentu saja mengenai Alvin dan Shilla, sahabat terbaru mereka.

        Bersambung...